Menuju “Lenyapnya Pendidikan untuk WNI” di Sabah-Malaysia


CIMG0087Sebelum membahas lebih lanjut, penulis ingin menjelaskan pemakaian kata dalam judul tulisan ini. “Lenyap” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya “tidak ada lagi”. Kata tersebut merupakan sinonim kata “hilang”. Namun kata “hilang” dari sudut makna sosiologis dan psikologis mempunyai konotasi bahwa sesuatu tidak ada lagi dari diri kita tanpa kesengajaan, dan kadang kita kaget atau shok dengan ketiadaannya. Disini penulis menginginkan makna yang sebaliknya, bahwasannya ketiadaan pendidikan untuk anak-anak WNI di Sabah-Malaysia adalah hasil usaha dan ketiadaannya indikasi terjadi sesuatu yang baik.

Sabah adalah negeri bagian di Malaysia yang secara geografis terletak berdampingan dengan Kalimantan Timur. Di Sabah ini banyak sekali Warga Negara Indonesia yang umumnya sebagai pekerja keras. Data TKI menurut KRI Tawau dan KJRI Kota Kinabalu di Sabah terdapat sekitar 300.000 TKI. Data tersebut belum termasuk para tenaga kerja yang masuk Sabah secara illegal.

Dalam peraturannya secara tertulis pemerintah Malaysia melarang para pekerja membawa anak istrinya. Namun dalam fakta dilapangan sebaliknya, bahkan banyak TKI menikah dan mempunyai keturunan di Sabah. Kedatangan TKI ke negeri Sabah ini sudah berlangsung dari tahun 70-an. TKI/WNI yang ada di Sabah saat ini dibagi dua; 1. para pekerja pendatang baru, 2. yang lahir di Sabah karena bapak dan kakeknya sudah menetap lama.

Kehadiran para TKI dengan membawa keluarganya menimbulkan konsekwensi logis banyaknya anak-anak Indonesia di Sabah. Di sisi lain pemerintah Malaysia melarang warga asing (bukan orang Malaysia) untuk belajar di sekolah kerajaan (sekolah pemerintah). Konsekwensinya jelas banyak anak-anak Indonesia tidak bisa mendapatkan pendidikan.

Dilain sisi UUD 1945 Pasal 31 sudah menjamin setiap warga Negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan. Dengan demikian pendidikan untuk warga Negara Indonesia dimanapun tempatnya, termasuk di Sabah menjadi sebuah keniscayaan.

Melihat realitas ini, pemerintah Indonesia dalam hal ini P2TK-KEMDIKNAS bekerjasama dengan pemerintah Malaysia dan LSM international Humana Child Aid Society untuk menanggulangi masalah tersebut.

Kemudian selain bekerjasama dengan LSM tadi, KEMDIKNAS juga membuka sekolah untuk anak-anak Indonesia di kota kinabalu (SIKK). Namun karena SIKK tidak bisa menjangkau semua anak-anak Indonesia di berbagai pelosok maka pemerintah Indonesia membuka sekolah-sekolah Indonesia di ladang dan selain di Kota Kinabalu yang dikenal dengan nama CLC (Community Learning Centre), sekolah terbuka setingkat SD dan SMP.

Berbeda dengan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu. Pendidikan yang terjadi di Humana merupakan pendidikan minimalis (istilah penulis). Penulis menyebut minimalis karena beberapa alasan; kita memahami bahwa dalam pendidikan sekolah mempunyai standard ideal dilihat dari sarana prasarana, rasio guru murid, rasio ruang belajar dan beberapa hal lain. Contoh kecil di tempat mengajar penulis 3 orang guru dengan 135 siswa, delapan tingkatan (dari TK sampai SD kelas 6) dan empat ruang belajar.

Silogisme Pelenyapan Pendidikan di Sabah

Ada berapa banyak para pekerja buruh amerika di Indonesia? Ada berapa banyak para pekerja buruh Saudi Arabia di Indonesia? Berapa banyak para pekerja Malaysia di Indonesia? Apa yang ada di benak pembaca ketika di lontarkan pertanyaan-pertanyaan tadi? Betapa ada perbedaan yang jauh antara ketiga Negara tersebut dengan Negara Indonesia dalam hal kesempatan kerja.

Dalam sebuah seminar pendidikan penulis melontarkan isu ini (pelenyapan pendidikan WNI di Sabah) dan sekaligus bertanya kepada pejabat berwenang, “adakah pemerintah mempunyai visi jauh kedepan 50 atau 100 tahun kedepan untuk meniadakan pendidikan di Sabah?” Jawabannya, “Tidak mungkin, karena secara konstitusi setiap warga berhak mendapat pendidikan”. Dia mengatakan, “bukan masalah besara, TKI atau bukan, yang penting adalah bagaimana posisi bargaining kita. Sekarang kita membutuhkan Malaysia, karena Malaysia Negara maju, yang memberikan banyak peluang pekerjaan”.

Tentunya penulis tidak setuju lenyapnya pendidikan untuk WNI di Sabah selama masih ada anak-anak WNI di Sabah. Namun akankah Negara (pemerintah) membiarkan warganya bekarja kasar di Negara orang lain. Penulis yakin, seandainya banyak peluang pekerjaan mereka lebih memilih negeranya sendiri.
Adanya pendidikan untuk WNI di Sabah karena banyak anak-anak Indonesia di Sabah, banyaknya anak-anak Indonesia di Sabah karena banyak TKI di Sabah, banyaknya TKI di Sabah karena Negara Sabah (Malaysia) Negara maju (mempunyai banyak lapangan pekerjaan). Dan bagaimana dengan ketiadaan pendidikan untuk anak-anak Indonesia?

Idealita

Apapun sistem pendidikannya, dan bagaimanapun keadaannya. Pemerintah Indonesia sudah melakukan langkah benar untuk memberikan hak kepada setiap warganya di Sabah; Pendidikan. Namun mau sampai kapan?. Tanpa bermaksud untuk menjustifikasi siapapun, jangan sampai pendidikan di Sabah hanya sebagai kedok saja untuk sebuah maha projek kelompok tertentu. Dan jangan sampai ada kesan bahwa keberadaan TKI yang notabene para pekerja kasar dengan taruhan nyawa dan berada secara status social berada di kelas bawah di Sabah ini adalah sebuah bentukan sistem. Karena bagaimanapun dengan banyak TKI Negara di untungkan dengan devisa yang masuk.

Untuk menepis semua kecurigaan diatas; selain Kontrol dan evaluasi atas sistem pendidikan anak-anak Indonesia di Sabah, juga visi dari pemerintah untuk melenyapkan pendidikan untuk anak-anak WNI di Sabah menjadi sebuah keniscayaan.

2 responses to “Menuju “Lenyapnya Pendidikan untuk WNI” di Sabah-Malaysia

  1. masalah d sabah terkait dengan sarpras bukanlah kendala besar asal kita sbg para pendidik punya keoptimisan mencerdaskan kehidupan bangsa. salah satu international school d filipina, kelasny tak ubah layaknya peti kemas. namun pendidikan mereka sangat maju. yg perlu dibenahi dan dijadikan renungan adl persepsi bhw TKI menyumbang banyak devisa. pembangunan negara berkembang tidaklah harus dari keringat TKI namun sektor perdagangan LN. jika indonesia ingin “lepas landas” maka produktifitas dalam negeri yg harus diutamakan….

    Like

    • pak Chafid Alwi, saya sepakat dengan anda. Seharusnya pemerintah kita mempunyai misi 0% warganya menjadi Tenaga Kerja Kasar di luar negeri. Kalau hal ini tercapai, bukti bahwa NKRI sudah menjadi negara maju. terimakasih atas kunjungannya.

      Like

Leave a comment